Nasib Santri Pengisi Tausiah Ramadhan, Melawan Lelah Demi Tugas
Ramadhan telah tiba, ada beberapa hal menarik untuk dikulik di Ramadhan ini. Termasuk cara pondok pesantren dalam menerapkan ilmu pada santri dan siswa mereka. Salah satunya dengan mengirim santri mereka ke masjid-masjid untuk mengaplikasikan ilmu yang merwka dapat selama di pesantren.
Berceramah di depan orang banyak dalam malam-malam sepanjang ramadhan. Merupakan hal menarik dari cara pondok pesantren dalam menerapkan ilmu mereka. Cara ini secara praktek sangat efektif.
Cara pondok pesantren menguji mental santri mereka ini wajib di acungi jempol. Tapi ada hal yang harus diperhatikan dan sangat harus diperhatikan oleh pihak pesantren. Yaitu pengiriman santri ke masjid-masjid untuk mengisi tausiah sepanjang Ramadhan janganlah menjadi ajang eksploitasi apalagi ajang mencari dana operasional pesantren secara membabi buta.
Cara ini hendaknya juga memperhatikan segala aspek, mulai dari aspek kesehatan dan aspek keetisan. Karena pengiriman santri untuk mengisi acara tausiah Ramadhan di masjid-masjid sangatlah sarat dengan tantangan berat. Seperti kesehatan, baik jasmani maupun mental. Diharapkan kepada pihak pondok pesantren juga fokus memperhatikan keadaan santri yang di kirim. Terutama konsumsi dan uang saku. Pondok pesantren jangan tamak (menyita) seluruh dana yang didapat dari setiap masjid.
Hendaknya pihak pesantren juga memperhatikan konsumsi santri. Karena dari pantauan penulis banyak santri yang dikirim ini hanya dibelikan nasi bungkus seadanya. Dari hasil bincang-bincang penulis dengan beberapa santri yang dikirim. Banyak dari santri ini yang mengaku dibelikan nasi bungkus saja. Padahal dari hemat penulis setiap masjid tidak kurang dari 100 ribu memberikan dana atas tampilnya santri tersebut di masjid yang bersangkutan. Lalu mengapa ada santri yang mengaku seperti itu? Kemana dana tersebut?
Secara manusiawi penulis mencoba untuk berprasangka baik. Kalau dana yang di dapat dari tampilnya santri di masjid-masjid memang digunakan untuk operasional pondok pesantren. Tapi apakah seperti itu? Semua dana yang masuk sebutlah 100 ribu. Seratus persen digunakan untuk operasional pondok pesantren? Jika hal itu memang adanya. Menurut penulis ada baiknya pondok pesantren melakukan review ulang penggunaan dana tersebut. Agar tidak menjadikan sumber ghibah, fitnah dan sumber kejahatan pengelola pondok pesantren di depan masyarakat.
Ada baiknya pondok pesantren lebih transparan. Paling tidak melakukan perbaikan gizi terhadap para santri yang diembani tugas melakukan tausiah di masjid-masjid. Hendaknya pihak pondok pesantren melakukan peninjauan ulang jadwal, kesehatan, pasokan gizi dan kepentingan santri.
Jangan sampai tujuan mulia mengirim santri di malam-malam sepanjang ramdhan justru malah berbuah malapetaka bagi santri dan sumber fitnah bagi pengelola pondok pesantren. Semoga adanya tulisan ini bisa menjadi bahan rujukan untuk pihak pondok pesantren dalam melakukan kegiatan sepanjang malam ramadhan. Mohon maaf atas kesalahan tafsif. Penulis hanyalah orangtua dari santri yang belajar di pondok pesantren. Tujuan penulis mengirimkan anak kesanyangan ke pondok pesantren, tidak lain dan tidak bukan hanya untuk menuntut ilmu, Baik agama maupun umum yang sesuai ajaran Islam. Penulis sebagai orangtua santri. berharap kepada pengelola pondok untuk berbesar hati mendengarkan kesedihan dan sumber kegundahan kami selaku orangtua santri.
Ditulis Oleh Maryanti, Orangtua tunggal salah satu santri di pondok pesantren di Kabupaten Solok.
Editor oleh Redaksi KoranSekolah.com
Tulisan awal berjudul, Nasib Santri Pengisi Tausiah Ramadhan, Melawan Lelah Demi Tugas.
Posting Komentar untuk "Nasib Santri Pengisi Tausiah Ramadhan, Melawan Lelah Demi Tugas"
Posting Komentar